Kalau Rendra bicara lewat puisi, maka Iwan Fals bertutur lewat nyanyian dan Affandi lewat goresan kuas di atas kanvas. Puisi, nyanyian, dan goresan kuas itu punya muatan makna. Tak bisa kita terima hanya sebagai sebuah karya kosong tanpa isi. Dengan kata lain, dalam karya-karya mereka ada sesuatu yang dikomunikasikan. Mengandung pesan yang tercurah dalam gumpalan motivasi. Bisa persatuan, persaudaraan, cinta kasih, pemberontakan, kritik membangun, dan sebagainya. Kesemuanya itu digelar lewat bentuk-bentuk komunikasi.
Siapa bisa meragukan kekuatan komunikasi? Ia sudah menjadi salah satu daya raksasa yang memutar roda kehidupan dunia hingga seperti adanya kini. Kasat mata maupun tak terlihat, terasa ataupun tidak terasa oleh indera, komunikasi berlangsung di mana-mana, di setiap detik.
Di lingkup kecil semisal keluarga, komunikasi yang berkualitas mampu menjadi pemicu perwujudan keharmonisan. Apa jadinya bila tak ada tegur sapa dalam suatu keluarga? Konflik bisa mudah diatasi dengan komunikasi yang dijalin dengan baik. Kemesraan terjalin indah melalui komunikasi.
Kita mungkin tidak perlu bicara soal kuantitas dulu. Karena komunikasi yang bernas tercipta atas kualitas. Sebuah obrolan, pidato, atau ceramah yang efektif belum tentu mengandung sesuatu yang bisa dipetik karena ia panjang terurai. Begitu pula dengan koran, bulletin, dan lain-lain akan sanggup menebar selaksa manfaat meski muncul sesekali, ringkas namun “berisi”.
Dan tulisan ini pun kiranya tak perlu berasyik-asyik sendiri hingga panjang tak terkira dan mengaburkan manfaatnya. ***